Pembangunan di Indonesia dari masa ke masa
Pembangunan di Indonesia
dari masa ke masa
1.Orde Lama
- Profil Pemerintahan
Pemerintahan Orde Lama adalah masa pemerintahan Soekarno yang berlangsung dari tahun 1959 hingga 1966. Istilah Orde Lama sendiri baru muncul pada masa Orde Baru, ketika Soeharto menganggap rezim Sukarno sebagai rezim yang lama.
- Nama kabinet
Pada masa Orde Lama di Indonesia (1945–1966), terdapat beberapa kabinet yang memimpin pemerintahan, dengan susunan kabinet sering kali berubah sesuai kondisi politik saat itu. Berikut adalah beberapa nama kabinet di era Orde Lama:
1. Kabinet Presidensial (1945–1947) - Kabinet pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan.
2. Kabinet Sjahrir I, II, dan III (1945–1947) - Dipimpin oleh Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri.
3. Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (1947–1948) - Dipimpin oleh Amir Sjarifuddin.
4. Kabinet Hatta I dan II (1948–1949) - Dipimpin oleh Mohammad Hatta.
5. Kabinet RIS (1950) - Kabinet saat Indonesia menjadi negara serikat.
6. Kabinet Natsir (1950–1951) - Kabinet pertama pada masa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
7. Kabinet Sukiman-Suwirjo (1951–1952) - Dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo.
8. Kabinet Wilopo (1952–1953) - Dipimpin oleh Wilopo.
9. Kabinet Ali Sastroamidjojo I dan II (1953–1955 dan 1956–1957) - Dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo.
10. Kabinet Burhanuddin Harahap (1955–1956) - Dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
11. Kabinet Djuanda (1957–1959) - Kabinet ini disebut juga sebagai Kabinet Karya, dipimpin oleh Djuanda Kartawidjaja.
12. Kabinet Kerja (1959–1966) - Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Soekarno menjadi presiden seumur hidup dan memimpin beberapa kabinet Kerja dengan gaya pemerintahan demokrasi terpimpin.
- Bagaimana keadaan negara pada masa orde Lama
Pada masa Orde Lama (1945–1966), Indonesia mengalami banyak dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks. Kondisi negara pada periode ini penuh dengan tantangan karena berbagai peristiwa dan kebijakan yang diambil. Berikut adalah beberapa aspek utama dari keadaan Indonesia pada masa Orde Lama:
1. Politik yang Tidak Stabil
Peralihan Kekuasaan Kabinet: Indonesia mengalami pergantian kabinet yang cukup sering. Sejak kemerdekaan hingga berlakunya Demokrasi Terpimpin, kabinet sering jatuh karena perbedaan pandangan antara partai politik. Hal ini mengakibatkan ketidakstabilan politik dalam negeri.
Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin: Pada awalnya, Indonesia menerapkan sistem Demokrasi Liberal, tetapi sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Soekarno mengubahnya menjadi Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin memusatkan kekuasaan pada Presiden Soekarno dan membatasi peran partai politik serta kebebasan parlemen.
2. Konflik Ideologi
Persaingan Ideologi: Ada persaingan antara beberapa ideologi besar seperti nasionalisme, komunisme, dan Islamisme. Persaingan ini terlihat dari munculnya berbagai partai politik yang berlandaskan ideologi tersebut, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Masyumi.
PKI dan Konflik Internal: PKI semakin berpengaruh dalam pemerintahan, terutama pada era Demokrasi Terpimpin. Hal ini memunculkan ketegangan antara kelompok komunis, militer, dan kelompok Islam, yang memuncak pada peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).
3. Krisis Ekonomi
Hiperninflasi: Ekonomi Indonesia saat itu mengalami hiperinflasi yang tinggi. Penyebabnya adalah kebijakan yang kurang efektif, ditambah dengan tingginya pengeluaran pemerintah untuk berbagai proyek mercusuar dan konfrontasi politik, seperti konfrontasi dengan Malaysia.
Kebijakan Ekonomi yang Kurang Efektif: Banyak kebijakan ekonomi yang dianggap gagal dan justru memperburuk kondisi ekonomi. Upaya nasionalisasi perusahaan asing dan proyek-proyek besar yang membutuhkan dana besar juga memperburuk kondisi ekonomi.
Ketergantungan pada Bantuan Asing: Indonesia saat itu juga tergantung pada bantuan dari negara-negara blok Timur, terutama Uni Soviet dan Tiongkok.
4. Konfrontasi dan Hubungan Internasional
Konfrontasi dengan Malaysia: Soekarno menentang pembentukan negara Malaysia yang dianggap sebagai boneka imperialis Inggris. Ini menyebabkan konflik militer yang cukup menguras anggaran negara.
Gerakan Non-Blok: Soekarno memainkan peran penting dalam Gerakan Non-Blok bersama negara-negara seperti India, Mesir, dan Yugoslavia. Kebijakan luar negeri ini menjadikan Indonesia sebagai pemimpin negara-negara dunia ketiga.
Ketegangan dengan Blok Barat: Indonesia cenderung condong ke blok Timur (Uni Soviet dan Tiongkok), sehingga hubungan dengan negara Barat, terutama Amerika Serikat, menjadi tegang. Indonesia bahkan sempat keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1965.
5. Kondisi Sosial
Kemiskinan dan Kesejahteraan yang Buruk: Dengan krisis ekonomi yang berat, banyak rakyat yang mengalami kemiskinan dan kekurangan kebutuhan pokok. Inflasi yang tinggi menyebabkan daya beli masyarakat menurun tajam.
Ketegangan Sosial: Persaingan ideologi juga memicu konflik sosial. Selain itu, munculnya organisasi-organisasi pemuda yang berafiliasi dengan partai politik tertentu sering kali menyebabkan bentrokan di lapangan.
6. Peristiwa G30S/PKI
Pada tahun 1965, Indonesia diguncang oleh peristiwa Gerakan 30 September, yang menyebabkan pembunuhan beberapa jenderal tinggi militer. Setelah itu, terjadi pemberontakan terhadap PKI, yang menyebabkan jatuhnya Soekarno dan berakhirnya masa Orde Lama.
Pada akhirnya, masa Orde Lama berakhir dengan terjadinya transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, yang kemudian memulai masa Orde Baru dengan pemerintahan yang lebih sentralistik dan kebijakan ekonomi yang berbeda.
- Sistem pemerintahan negara
Pada masa Orde Lama (1945–1966), sistem pemerintahan Indonesia mengalami beberapa perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi politik dan sosial saat itu. Berikut adalah gambaran mengenai sistem pemerintahan yang berlaku pada masa Orde Lama:
1. Sistem Pemerintahan Presidensial (1945–1949)
Setelah kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Soekarno menjadi Presiden pertama, dengan kewenangan besar dalam menjalankan pemerintahan.
Pada masa ini, sistem pemerintahan terpusat pada kekuasaan eksekutif di bawah Presiden.
Setelah disepakatinya Perjanjian Linggarjati dan tekanan dari Belanda, Indonesia kemudian menjadi negara serikat pada 1949, yang mengubah struktur pemerintahan.
2. Sistem Parlementer (1949–1959)
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Konstitusi RIS sebagai landasan hukum. Negara serikat ini menggunakan sistem parlementer, yang artinya Presiden hanya menjadi kepala negara simbolis, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri.
Pada tahun 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan UUD Sementara 1950 (UUDS 1950), tetapi tetap menganut sistem parlementer.
Pada sistem ini, kabinet dibentuk oleh partai atau koalisi partai yang memiliki dukungan mayoritas di parlemen. Kabinet sering kali jatuh karena konflik antara partai-partai politik, menyebabkan ketidakstabilan politik.
3. Sistem Demokrasi Terpimpin (1959–1966)
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ini menandai berakhirnya sistem parlementer dan kembalinya sistem presidensial.
Soekarno kemudian memperkenalkan Demokrasi Terpimpin, yang merupakan sistem di mana kekuasaan lebih banyak terpusat pada Presiden. Dalam Demokrasi Terpimpin, Soekarno berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Peran Partai Politik Dibatasi: Peran partai politik dibatasi, dan Soekarno membentuk kabinet sendiri tanpa harus mendapatkan persetujuan dari parlemen. Parlemen, yang sebelumnya diisi oleh wakil partai politik, digantikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden.
Militer dan PKI Berpengaruh: Pada masa ini, tiga kekuatan utama disebut sebagai "Nasakom" (Nasionalis, Agama, Komunis), yaitu nasionalis, kelompok agama, dan komunis. Soekarno berusaha menyeimbangkan ketiga kekuatan ini, tetapi PKI (Partai Komunis Indonesia) mendapatkan pengaruh besar.
Kebijakan Ekonomi Terpimpin: Ekonomi dijalankan berdasarkan kebijakan ekonomi terpimpin, di mana negara memiliki kontrol kuat atas perekonomian, termasuk nasionalisasi perusahaan asing.
4. Kekuasaan Terpusat pada Presiden
Dengan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang hampir absolut, dibantu oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Sistem ini membuat pemerintah sangat terpusat dan kurang demokratis karena Soekarno mengendalikan sebagian besar aspek pemerintahan tanpa kontrol kuat dari lembaga legislatif atau yudikatif.
Dampak Sistem Pemerintahan Orde Lama
Demokrasi Terpimpin menciptakan stabilitas politik sementara, tetapi pada saat yang sama juga memunculkan ketegangan antara kekuatan politik yang ada (militer, PKI, dan partai-partai agama).
Sentralisasi kekuasaan pada Presiden Soekarno juga memunculkan kekecewaan di kalangan militer dan kelompok-kelompok lain yang merasa kekuasaan terlalu dominan di tangan Presiden.
Sistem ini berakhir setelah peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, yang memicu transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto dan menandai awal dari masa Orde Baru.
Dengan berbagai perubahan tersebut, masa Orde Lama menjadi periode yang penuh gejolak dalam perkembangan sistem pemerintahan Indonesia, yang kemudian menjadi pelajaran bagi sistem pemerintahan di masa berikutnya.
2.Proses pembangunan yang sudah dilakukan pada masa orde lama
Pada masa Orde Lama di Indonesia (1945-1966) di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, pembangunan lebih difokuskan pada aspek politik dan ekonomi untuk membangun kemandirian negara setelah kemerdekaan. Berikut beberapa poin utama mengenai proses pembangunan yang dilakukan pada masa tersebut:
1. Nasionalisasi Perusahaan Asing
Pada tahun 1957-1958, pemerintah Orde Lama menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, terutama di sektor perkebunan, pertambangan, dan perbankan. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengendalikan ekonomi nasional dan mengurangi pengaruh asing.
2. Politik Ekonomi Berdikari (Berdiri di Kaki Sendiri)
Soekarno mencetuskan konsep ekonomi Berdikari, yang mengutamakan kemandirian ekonomi tanpa ketergantungan pada bantuan asing. Program ini ditujukan untuk memperkuat ekonomi Indonesia melalui sumber daya dalam negeri dan swadaya masyarakat.
3. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Pada tahun 1956, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang menekankan pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan bendungan. Meskipun ambisius, keterbatasan dana dan kondisi politik yang tidak stabil membuat pelaksanaannya terhambat.
4. Pembangunan Infrastruktur dan Proyek Mercusuar
Dalam upaya memamerkan kemajuan bangsa, Soekarno menggagas proyek-proyek besar seperti pembangunan Monumen Nasional (Monas), Gelora Bung Karno, dan Jembatan Ampera. Proyek-proyek ini diharapkan menjadi simbol kejayaan Indonesia, tetapi seringkali memerlukan biaya besar sehingga berdampak pada sektor ekonomi lainnya.
5. Program Sosialisme Indonesia
Orde Lama juga mendorong program sosialisme yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Negara memiliki peran besar dalam mengelola ekonomi dan sumber daya, serta mengutamakan kepentingan bersama. Hal ini juga diwujudkan melalui hubungan dengan blok Timur seperti Uni Soviet dan Tiongkok.
6. Konfrontasi Eksternal
Politik luar negeri konfrontatif, seperti Konfrontasi Malaysia (1963-1966) dan pembatalan keanggotaan PBB (1965), menjadi bagian penting pada masa Orde Lama. Politik konfrontatif ini berdampak pada ekonomi nasional yang semakin terisolasi dari bantuan asing.
7. Perjuangan Pembebasan Irian Barat
Pemerintah Orde Lama berhasil mengembalikan Irian Barat (Papua) ke dalam wilayah Indonesia melalui negosiasi dan konfrontasi militer. Meski sukses secara politik, perjuangan ini juga menyerap anggaran negara yang besar.
Meskipun beberapa inisiatif pembangunan berhasil dilaksanakan, berbagai program ekonomi Orde Lama kurang efektif karena masalah inflasi yang tinggi, ketidakstabilan politik, serta beban anggaran akibat proyek besar dan konflik politik. Orde Lama akhirnya berakhir pada tahun 1966 setelah peristiwa G30S/PKI dan penyerahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, yang kemudian memulai masa Orde Baru.
Komentar
Posting Komentar